Kementan Yakin Petani Milenial Mampu Tingkatkan Nilai Jual Produk Pertanian Lewat Teknologi

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementan Dedi Nursyamsi, dalam dialog nasional bertajuk ‘Petani Milenial: Sukses di Kala Pandemi’ yang digelar secara virtual, Senin (23/11/2020).

JAKARTA – Pandemi virus corona (Covid-19) turut berdampak pada seluruh sektor penopang perekonomian, termasuk sektor pertanian.

Untuk mengembalikan geliat sektor ini, beragam cara pun dilakukan, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta.https://8d3aa12aa5458dcf4e02858ba54c2917.safeframe.googlesyndication.com/safeframe/1-0-37/html/container.html

Satu diantaranya melalui pemanfaatan teknologi hingga kreativitas untuk meningkatkan nilai jual produk pertanian demi bertahan di tengah ketidakpastian akibat pandemi.

Kementerian Pertanian (Kementan) pun turut ambil bagian dalam menciptakan peluang bagi para wirausaha milenial yang bisa mendorong optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian.

Seperti yang disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementan Dedi Nursyamsi, dalam dialog nasional bertajuk ‘Petani Milenial: Sukses di Kala Pandemi’ yang digelar secara virtual, Senin (23/11/2020).

Menurutnya, Petani Milenial mampu menyempurnakan program-program yang telah dijalankan Kementan selama ini.

Bahkan mereka bisa mengembangkan program tersebut melalui pemanfaatan teknologi Internet of Things (IoT).

“Program-program dari kita, di saat yang sama mereka (Petani Milenial) juga bisa mengembangkan lebih besar lagi, itu akan memberikan peluang untuk mereka bergerak lebih dahsyat lagi,” ujar Dedi, pada kesempatan tersebut.

Pihaknya, kata dia, berfokus pada pemberian pelatihan hingga pendampingan agar para petani bisa memanfaatkan sumber daya secara optimal dan berkelanjutan.

“Sebagai contoh, dari Kementerian Pertanian itu ada dorongan pendampingan, jadi bukan hanya pelatihan-pelatihan, tapi pendampingan,” jelas Dedi.

Pendampingan yang dilakukan pun bahkan sampai pada tahapan pengelompokkan (grading), pengolahan hingga packaging atau pengemasan produk.

“Pendampingan mulai dari hulu, bagaimana caranya bercocok tanam, sampai dengan panen, sampai dengan olahannya, bagaimana pengemasannya, mulai dari grading, cleaning, kemudian packaging,” kata Dedi.

Sehingga nantinya produk yang dihasilkan tersebut bisa memiliki nilai jual yang tinggi karena dikemas secara menarik.

“Itu harga bisa naik 3 kali lipat, kangkung asalnya 1.500 rupiah, menjadi 4.500 (rupiah). Itu kan sebetulnya hanya pengemasan aja, tapi memberikan nilai tambah 3 kali lipat, kan itu luar biasa,” tegas Dedi.

Dedi menambahkan, Petani Milenial diyakini mampu ‘menyulap’ hasil pertanian sehingga memiliki nilai jual berkali lipat setelah masuk ke pasaran.

Menurutnya, peluang ‘mencetak uang’ di sektor pertanian tidak kalah dengan sektor lainnya.

“Nah yang seperti itu yang terus kita genjot kepada para petani milenial, kita tunjukkan bahwa peluang untuk dapat duit di sektor pertanian itu luar biasa terbuka lebar,” tutur Dedi.

Terlebih hanya sektor pertanian yang tumbuh positif di kuartal II 2020, tepatnya saat pandemi berlangsung.

“Apalagi di masa pandemi, fakta menunjukkan hanya sektor pertanian yang tumbuh menggeliat positif,” pungkas Dedi.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tumbuh paling tinggi yakni sebesar 16,24 persen dibandingkan sektor lainnya pada Kuartal II 2020.

Pernyataan itu disampaikannya dalam acara Jakarta Food Security Summit-5 yang diadakan secara virtual, Rabu (18/11/2020) lalu.

“Pertumbuhan PDB kita pada kuartal II, kuartal III (2020) itu kurang lebih tumbuh 16,2 (persen) dibandingkan yang lain,” ujar Syahrul.

Berdasar data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), PDB sektor pertanian menjadi penyumbang paling tinggi untuk pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2020 yang turun 4,19 persen (q to q), sedangkan secara tahunan atau year on year (yoy) turun 5,32 persen.

Ia menambahkan bahwa sektor pertanian menunjukkan hasil yang memuaskan.

“Dalam masa pandemi, lebih khusus pertanian telah menunjukkan prestasi-prestasi yang sangat gemilang,” kata Syahrul.

Meskipun kini ekonomi Indonesia memasuki zona resesi karena mengalami minus dua kali berturut-turut, namun dianggap lebih baik.

Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III 2020 minus 3,49 persen, dibandingkan pada Triwulan II 2020 yang minus 5,32 persen.

“Artinya dengan triwulan II, triwulan III, minus pertumbuhan ekonomi Indonesia dari minus 5 ke minus 3,” jelas Syahrul.

Ia pun meyakini perbaikan pertumbuhan ekonomi tersebut didorong kontribusi dari sektor pertanian.

Saya yakin persis, itu adalah bagian bagian dari kontribusi pertanian yang dijalankan oleh kita semua,” papar Syahrul.

Menurutnya, Indonesia memiliki klimatologi pertanian yang cukup bagus untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, khususnya demi mendukung ketahanan pangan dan gizi.

“Negara kita adalah negara yang sangat besar tapi sangat kuat, memiliki agroklimat yang cukup baik, dengan berbagai hal. Kekuatan geografis maupun sumber daya alam yang tersedia cukup baik,” pungkas Syahrul.

Sumber: tribunnews.com



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top