Berniat berlindung dari ancaman badai atau cuaca buruk di perairan karena musim barat, sejumlah anak buah kapal (ABK) yang berada di delapan kapal penangkap ikan asal Pulau Bali, tiba-tiba diamankan aparat kepolisian dari Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) Polda NTT. Kejadian itu berlangsung kemarin (10/2) ketika para ABK bersama kapal mereka membuang sauh di Pantai Motadikin, Desa Fahiluka, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka.
Aktifitas ini menurut para nelayan setempat bukan baru dilakukan saat ini, namun setiap memasuki bulan Januari ke Februari, para nelayan ini selalu berlindung di Pantai Motadikin, menghindari cuaca buruk musim barat.
“Kami hanya datang berlindung di tengah laut Pantai Motadikin untuk menghindari cuaca musim barat. Kami juga tidak tahu apa masalah kami sehingga diamankan, padahal semua dokumen kami lengkap,” ungkap salah seorang ABK Kapal Nusantara 37, Kamil Burhan saat ditemui Timor Express di Pantai Motadikin, Kamis (11/2).
Kamil Burhan menyebutkan, mereka diamankan kemarin siang (10/2). “Kapal Polair Polda NTT datang ke kapal kami dan periksa seluruh dokumen, lalu kami disuruh naik ke darat. Terkait persoalannya apa, kami tidak tahu, sedangkan surat kami lengkap,” tutur Kamil.
Kamil mengatakan, diperkirakan ada sekira 39 kapal yang berlabuh di Panttai Motadikin. Mereka sudah berlabuh seminggu lebih. Namun yang mengherankan, yang diamankan hanya para ABK dari delapan kapal, sedangkan yang sisanya sudah kembali berlayar ke Bali.
“Kami tidak tahu kenapa ditangkap, tiba-tiba saja kami semua, ada 8 kapal yang diamankan, sedangkan kami tidak melakukan ilegal fishing,” kata Kamil.
Kamil menuturkan, saat mereka diamankan, tidak ada barang bukti apa-apa yang ditemukan aparat. Polisi hanya naik ke kapal lalu bertanya dan ambil dokumen, setelah itu menyuruh sebagian ABK naik ke darat.
“Kita ikuti saja, soalnya kami tidak tahu. Disuruh naik ke darat ikuti saja, kita tidak tahu apa-apa karena kita hanya ABK saja,” ujar Kamil yang menambahkan, ia bersama rekan-rekannya sesuai informasi kepolisian akan dibawa ke Kupang bersama kapal mereka. “Saat ini kapten kapal sudah kontak pimpinan perusahaan dan pimpinan perusahaan sudah mengetahuinya,” sambung Kamil.
Perjalanan dari Bali ke Motadikin, kata Kamil, hanya untuk berlindung dan kira-kira seminggu waktunya, setelah itu mereka akan kembali.
Kamil menjelaskan, aktifitas mereka di lautan adalah sebagai penangkap ikan, setelah itu mereka distribusikan ke perusahaan di Bali. “Kami hanya punya izin di batas perairan Indonesia, tidak sampai ke Australia,” katanya.
Sementara itu, salah satu istri nelayan di Pantai Motadikin, Kristin Senince Nurak, mengaku ikut kecewa dengan penangkapan kapal yang berlabuh di Pantai Motadikin itu.
Para ABK kapal penangkap ikan asal Bali saat dibawa dengan truk Polair Polda NTT usai diamankan di Pantai Motadikin, Malaka, Kamis (11/2). (FOTO: Pisto Bere/TIMEX)
Menurutnya, dengan ditahanya kapal-kapal ini, nelayan setempat tidak bisa lagi melakukan barter, apalagi dalam kondisi cuaca seperti saat ini, para nelayan asal Bali itu sering membantu nelayan setempat mencari ikan.
“Kami di sini aman bekerjasama. Malahan nelayan di sini merasa terbantu, misalnya dari kapal besar minta bantuan, dapat ikan dari mereka dengan cuaca seperti ini, karena nelayan dengan perahu kecil tidak bisa turun berlayar,” ungkap Kristin.
Selain itu, kata Kristin, dengan kehadiran kapal-kapal penangkap ikan asal Bali yang bertonase besar itu sering membantu nelayan Malaka menurunkan rumpon. Selama ini nelayan Malaka kesulitan menurunkan rumpon karena kapal mereka kecil. Padahal untuk mengadakan rumpon, nelayan Malaka mengeluarkan dana puluhan juta.
“Jadi misalnya nelayan di Motadikin punya rumpon, namun karena kapalnya kecil, tidak bisa turunkan rumpon itu ke laut. Nah pas ada kapal besar dari Bali bersandar disini, kami sangat terbantu,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan nelayan Malaka, Yanuarius Nahak. Yanuarius mengaku ikut kecewa karena selama ia sangat terbantu dengan kehadiran kapal-kapal penangkap ikan asal Bali yang berlabuh di perairan Motadikin itu.
“Kapal-kapal berlabuh di sini bukan baru tahun 2021 saja, tetapi sudah sejak 2016. Lalu kenapa baru ditangkap sekarang?” kata Yanuarius kesal.
Dijelaskan bahwa kapal tersebut datang untuk berlindung dari ombak dan angin kencang akibat musim barat sehingga mereka bergeser ke Pantai Motadikin untuk berlindung. “Biasanya mereka sandar di Motadikin musim barat sekitar bulan Januari sampai Februari, pokoknya tergantung dari cuaca. Setelah itu pergi lagi,” tutur Yanuarius.
Dirinya mengatakan, selama ini mereka terbantu oleh kehadiran kapal-kapal besar tersebut yang memberikan ikan secara barter dengan makanan dan minuman.
“Ketika kondisi cuaca seperti saat ini, kapal-kapal itu biasa membantu kami. Selain kami barter makanan dengan ikan, kami juga dibantu untuk melepas rumpon, karena rumpon kami tidak bisa digunakan kapal kecil. Dengan penangkapan kapal-kapal ini, kami merasa sangat rugi karena percuma mengeluarkan uang puluhan juta untuk beli rumpon, tapi tidak ada kapal besar,” ungkapnya.
Yanuarius menyebutkan, selama ini ada 39 kapal yang berlabuh di Pantai Motadikin, tapi yang diamankan ada delapan kapal. Yang lainnya sudah jalan pagi. Dari 8 kapal tersebut, polisi amankan kapten dan ABK dan akan dibawa ke Kupang. Termasuk kapal para nelayan itu juga akan dikawal menuju Kupang.
Sementara itu, dari pihak Polair Polda NTT yang hendak dikonfirmasi media ini di Pantai Motadikin enggan memberi komentar terkait penangkapan awak kapal-kapal tersebut. “Saya tidak punya wewenang menyampaikan komentar. Ada yang punya kewenangan langsung, biasanya dari Kupang,” ungkap salah satu personil Polair Polda NTT yang menolak juga menyebutkan namanya ketika ditanyai media ini.
Dari pantauan Timor Express di Pantai Motadikin, ABK kapal langsung dibawa oleh anggota Polair Polda NTT menuju Kupang. Ada ABK yang dibawa melalui jalur darat, nahkoda dari delapan kapal yang diamankan tersebut juga langsung digiring melalui jalur laut ke Kupang dengan pengawalan Kapal Polair Polda NTT.