Kapal XXII-3003 Polri kembali menangkap HSS, warga RT 11, RW 04, Desa Parumaan, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dia ditangkap saat membawa bahan detonator bom ikan 100 buah di sekitar jalanan Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, pekan lalu.
HSS diduga memiliki, menguasai dan membawa 100 batang detonator yang merupakan bahan peledak dalam kemasan satu kotak tanpa label.
“Selanjutnya HSS dibawa ke Pospolair mobile Flores Timur untuk dilakukan proses penyidikan oleh penyidik Dit Polairud Polda NTT,” Kata Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Rishian Budhiaswanto, Kamis (22/4).
Selain 100 batang detonator, polisi juga mengamankan satu unit handphone warna hitam milik pelaku.
“Tersangka HSS diduga melanggar pasal 1 ayat (1) undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api dan bahan peledak dengan ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun,” Jelas Krisna.
HSS diketahui sudah lama beraksi dan menjual detonator secara bebas. Dalam sehari ia memproduksi 30 botol detonator yang dijual bebas dengan harga bervariasi.
“Biaya pembuatannya murah, namun hasil tangkapan ikan melimpah dan mereka mudah mendapatkan ikan dengan cara menggunakan bom. Padahal di sisi lain, tindakan yang mereka lakukan merusak ekosistem laut terutama terumbu karang,” Tambah Direktur Polair Polda NTT, Kombes Pol Andreas Susi Darto.
Modus pembuatan dan penjualan pun beragam. “Ada yang merakit sudah menjadi bom, ada pula yang belum merakit namun baru dipasang saat beraksi di laut. ini merupakan modus agar mereka bisa lolos dari jeratan hukum saat ditangkap polisi,” tambah Andreas.
Hasil rakitan bom dipakai sendiri dan dijual kepada nelayan lokal serta masyarakat sekitar mereka. Dalam kurun waktu empat bulan di tahun 2021 ini, Direktorat Polair Polda NTT sudah menangani tujuh kasus. “Hingga saat ini ada 4 kasus sudah P21,” Ujarnya.
Dari tujuh kasus ini, enam kasus merupakan kasus perikanan yakni, empat kasus bahan peledak dan dua kasus karena dokumen perijinan pelayaran.
Andreas mengajak masyarakat, agar bersama-sama menghilangkan tradisi mencari dan menangkap ikan dengan bom, karena berdampak pada kerusakan ekosistem laut.
“Jika dibiarkan maka akan merusak terumbu karang. mari kita sama-sama menjaga laut kita,” ajaknya.
Dia mengakui, Direktorat Polair memiliki sarana dan personel terbatas untuk menjangkau 1.129 pulau di NTT, namun mereka akan berusaha semaksimal mungkin, menghalangi adanya praktik penangkapan ikan dengan bom.
Sumber:m-merdeka-com