KUPANG – Kapal XXII-3003 Polri menangkap HSS, warga RT 11/RW 04, Desa Parumaan, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, NTT.
Ia diketahui membawa bahan peledak jenis detonator 100 buah di sekitar jalanan Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT pekan lalu.
HSS diduga memiliki, menguasai dan membawa 100 batang detonator yang merupakan bahan peledak dalam kemasan satu kotak tanpa label.
“Selanjutnya HSS dibawa ke Pospolair mobile Flores Timur untuk dilakukan proses penyidikan oleh penyidik Dit Polairud Polda NTT,” tandas Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Rishian Budhiaswanto didampingi Direktur Polair Polda NTT Kombes Pol Andreas Susi Darto, SIK, Selasa (20/4/2021).
Selain 100 batang detonator, polisi juga mengamankan satu unit handphone merk nokia warna hitam milik pelaku.
“Tersangka HSS diduga melanggar pasal 1 ayat (1) undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api dan bahan peledak dengan ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun,” tandasnya.
HSS diketahui sudah lama beraksi dan menjual detonator secara bebas.
Dalam sehari ia memproduksi 30 botol detonator yang dijual bebas dengan harga bervariasi.
“Biaya pembuatannya murah namun hasil tangkapan ikan melimpah dan mereka mudah mendapatkan ikan dengan cara menggunakan bom.
Padahal di sisi lain, tindakan yang mereka lakukan merusak ekosistem laut terutama terumbu karang,” tandas Direktur Polair Polda NTT.
Modus pembuatan dan penjualan pun beragam.https://www.youtube.com/embed/uXEeCjqRPSw
“Ada yang merakit sudah menjadi bom an ada pula yang belum merakit namun baru dipasang saat beraksi di laut.
Ini merupakan modus agar mereka bisa lolos dari jeratan hukum saat ditangkap polisi,” tambah Direktur Polair Polda NTT.
Hasil rakitan bom dipakai sendiri dan dijual kepada nelayan lokal serta masyarakat sekitar mereka.
Para tersangka pembom ikan saat konferensi pers di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Senin (12/4/2021).
Dalam kurun waktu 4 bulan di tahun 2021 ini, Direktorat Polair Polda NTT sudah menangani 7 kasus.
“Hingga saat ini ada 4 kasus sudah P21,” ujarnya.
Dari 7 kasus ini 6 kasus merupakan kasus perikanan yakni 4 kasus bahan peledak dan 2 kasus karena dokumen perijinan pelayaran.
ia mengajak masyarakat sama-sama menghilangkan tradisi mencari dan menangkap ikan dengan bom karena berdampak besari yakni kerusakan ekosistem laut.
“Jika dibiarkan maka akan merusak terumbu karang. mari kita sama-sama menjaga laut kita,” ujarnya.
Direktorat Polair dan jajrannya juga rutin mendatangi kapal-kapal dan nelayan-nelayan serta mengintensifkan patroli dan menindak lanjuti laporan masyarakat.
Diakui pula mereka memiliki sarana dan personil terbatas untuk menjangkau 1.129 pulau di NTT, namun pihaknya berusaha semaksimal mungkin menghalangi adanya praktek penangkapan ikan dengan bom.
Sumber: Tribunnews.com